Sejarah Singkat Taman Sari Gua Sunyaragi Cirebon
suatu Cagar Budaya Indonesia yang unik. Sunyaragi berlokasi di kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon dimana terdapat bangunan mirip candi yang disebut Gua Sunyaragi, atau Taman Air Sunyaragi, atau sering disebut sebgaai Tamansari Sunyaragi. Nama “Sunyaragi” berasal dari kata “sunya” yang artinya adalah sepi dan “ragi” yang berarti raga, keduanya adalah bahasa Sansekerta. Tujuan utama didirikannya gua tersebut adalah sebagai tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya.
Gua Sunyaragi merupakan salah satu benda cagar budaya yang berada di Kota Cirebon dengan luas sekitar 15 hektar. Objek cagar budaya ini berada di sisi jalan by pass Brigjen Dharsono, Cirebon. Konstruksi dan komposisi bangunan situs ini merupakan sebuah taman air. Karena itu Gua Sunyaragi disebut taman air gua Sunyaragi. Pada zaman dahulu kompleks gua tersebut dikelilingi oleh danau yaitu Danau Jati. Lokasi dimana dulu terdapat Danau Jati saat ini sudah mengering dan dilalui jalan by pass Brigjen Dharsono, sungai Situngkul, lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Gas, Sunyaragi milik PLN, persawahan dan menjadi pemukiman penduduk. Selain itu di gua tersebut banyak terdapat air terjun buatan sebagai penghias, dan hiasan taman seperti Gajah, patung wanita Perawan Sunti, dan Patung Garuda. Gua Sunyaragi merupakan salah satu bagian dari keraton Pakungwati sekarang bernama keraton Kasepuhan.
Tamansari Sunyaragi berasal dari dua kata yakni 'Sunya' yang dalam bahasa jawa berarti sepi atau heneng, dan 'Ragi' yang bermakna raga atau badan. Pada jaman dulu taman ini masuk dalam kekuasaan Keraton Kasepuhan Cirebon yang berfungsi untuk tempat para pembesar keraton Kasepuhan dan prajuritnya bertapa dan meningkatkan ilmu kesaktian.
Sejarah Pembangunan Gua Sunyaragi
Gua Sunyaragi dengan latar belakang PLTG dan Gunung Ciremai
Sejarah berdirinya gua Sunyaragi memiliki dua buah versi, yang pertama adalah berita lisan tentang sejarah berdirinya gua Sunyaragi yang disampaikan secara turun-temurun oleh para bangsawan Cirebon atau keturunan keraton. Versi tersebut lebih dikenal dengan sebutan versi Carub Kanda. Versi yang kedua adalah versi Caruban Nagari yaitu berdasarkan buku “Purwaka Caruban Nagari” tulisan tangan Pangeran Kararangen tahun 1720. Namun sejarah berdirinya gua Sunyaragi versi Caruban Nagari berdasarkan sumber tertulislah yang digunakan sebagai acuan para pemandu wisata gua Sunyaragi yaitu tahun 1703 Masehi untuk menerangkan tentang sejarah gua Sunyaragi karena sumber tertulis lebih memiliki bukti yang kuat daripada sumber-sumber lisan. Kompleks Sunyaragi dilahirkan lewat proses yang teramat panjang. Tempat ini beberapa kali mengalami perombakan dan perbaikan. Menurut buku Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya Carbon, Tamansari Gua Sunyaragi dibangun pada tahun 1703 M oleh Pangeran Kararangen. Pangeran Kararangen adalah nama lain dari Pangeran Arya Carbon.
Namun menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan, Tamansari dibangun karena Pesanggrahan ”Giri Nur Sapta Rengga” berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon, yang sekarang dikenal sebagai Astana Gunung Jati. Terutama dihubungkan dengan perluasan Keraton Pakungwati (sekarang Keraton Kasepuhan Cirebon) yang terjadi pada tahun 1529 M, dengan pembangunan tembok keliling keraton, Siti Inggil dan lain-lain. Sebagai data perbandingan, Siti Inggil dibangun dengan ditandai candra sengkala ”Benteng Tinataan Bata” yang menunjuk angka tahun 1529 M.
Di Tamansari Gua Sunyaragi ada sebuah taman Candrasengkala yang disebut ”Taman Bujengin Obahing Bumi” yang menunjuk angka tahun 1529. Di kedua tempat itu juga terdapat persamaan, yakni terdapat gapura ”Candi Bentar” yang sama besar bentuk dan penggarapannya. Pangeran Kararangen hanya membangun kompleks Gua Arga Jumut dan Mande Kemasan saja.
Arsitektur Gua Sunyaragi
Menurut R. Supriyanto, mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Desain dan Seni UNIKOM yang membuat tesis berupa film dukomenter tentang Gua Sunyaragi, dilihat dari gaya atau corak dan motif-motif ragam rias yang muncul serta pola-pola bangunan yang beraneka ragam dapat disimpulkan bahwa gaya arsitektur gua Sunyaragi merupakan hasil dari perpaduan antara gaya Indonesia klasik atau Hindu, gaya Cina atau Tiongkok kuno, gaya Timur Tengah atau Islam dan gaya Eropa.
Gaya Indonesia klasik atau Hindu dapat terlihat pada beberapa bangunan berbentuk joglo. Misalnya, pada bangunan Bale Kambang, Mande Beling dan gedung Pesanggrahan, bentuk gapura dan beberapa buah patung seperti patung gajah dan patung manusia berkepala garuda yang dililit oleh ular. Seluruh ornamen bangunan yang ada menunjukkan adanya suatu sinkretsime budaya yang kuat yang berasal dari berbagai dunia. Namun, umumnya dipengaruhi oleh gaya arsitektur Indonesia Klasik atau Hindu.
Gaya Cina terlihat pada ukiran bunga seperti bentuk bunga persik, bunga matahari dan bunga teratai. Di beberapa tempat, dulu Gua Sunyaragi dihiasi berbagai ornamen keramik Cina di bagian luarnya. Keramik-keramik itu sudah lama hilang atau rusak sehingga tidak diketahui coraknya yang pasti. Penempatan [[keramik|keramik-keramik] pada bangunan Mande Beling serta motif mega mendung seperti pada kompleks bangunan gua Arga Jumut memperlihatkan bahwa gua Sunyaragi mendapatkan pengaruh gaya arsitektur Cina. Selain itu ada pula kuburan Cina, kuburan tersebut bukanlah kuburan dari seseorang keturunan Cina melainkan merupakan sejenis monumen yang berfungsi sebagai tempat berdoa para keturunan pengiring-pengiring dan pengawal-pengawal Putri Cina yang bernama Ong Tien Nio atau Ratu Rara Sumanding yang merupakan istri dari Sunan Gunung Jati.
Sebagai peninggalan keraton yang dipimpin oleh Sultan yang beragama Islam, gua Sunyaragi dilengkapi pula oleh pola-pola arsitektur bergaya Islam atau Timur Tengah. Misalnya, relung-relung pada dinding beberapa bangunan, tanda-tanda kiblat pada tiap-tiap pasholatan atau musholla, adanya beberapa pawudlon atau tempat wudhu serta bentuk bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari sisi belakang Bangsal Jinem. Hal tersebut menjelaskan bahwa gaya arsitektur gua Sunyaragi juga mendapat pengaruh dari Timur Tengah atau Islam.
Gua Sunyaragi didirikan pada zaman penjajahan Belanda sehingga gaya arsitektur Belanda atau Eropa turut mempengaruhi gaya arsitektur gua Sunyaragi. Tanda tersebut dapat terlihat pada bentuk jendela yang tedapat pada bangunan Kaputren, bentuk tangga berputar pada gua Arga Jumut dan bentuk gedung Pesanggrahan.
Secara visual, bangunan-bangunan di kompleks gua Sunyaragi lebih banyak memunculkan kesan sakral. Kesan sakral dapat terlihat dengan adanya tempat bertapa seperti pada gua Padang Ati dan gua Kelangenan, tempat sholat dan pawudon atau tempat untuk mengambil air wudhu, lorong yang menuju ke Arab dan Cina yang terletak di dalam kompleks gua Arga Jumut; dan lorong yang menuju ke Gunung Jati pada kompleks gua Peteng. Di depan pintu masuk gua Peteng terdapat patung Perawan Sunti.
Menurut legenda masyarakat lokal, jika seorang gadis memegang patung tersebut maka ia akan susah untuk mendapatkan jodoh. Kesan sakral nampak pula pada bentuk bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari sisi belakang Bangsal Jinem. Selain itu ada pula patung Haji Balela yang menyerupai patung Dewa Wisnu.
Pada tahun 1997 pengelolaan gua Sunyaragi diserahkan oleh pemerintah kepada pihak keraton Kasepuhan. Hal tersebut sangat berdampak pada kondisi fisik gua Sunyaragi. Kurangnya biaya pemeliharaan menyebabkan lokasi wisata gua Sunyaragi lama kelamaan makin terbengkelai.
Upaya Pemugaran
Tahun 1852 taman ini sempat diperbaiki karena pada tahun 1787 sempat dirusak Belanda. Saat itu, taman ini menjadi benteng pertahanan. Tan Sam Cay, seorang arsitek Cina, konon diminta Sultan Adiwijaya untuk memperbaikinya. Namun, arsitek Cina itu ditangkap dan dibunuh karena dianggap telah membocorkan rahasia gua Sunyaragi kepada Belanda. Karena itu, di kompleks Taman Sunyaragi juga terdapat patok bertulis ”Kuburan Cina”.
Pemugaran Tamansari Gua Sunyaragi pernah dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1937-1938. Pelaksanaannya diserahkan kepada seorang petugas Dinas Kebudayaan Semarang. Namanya, Krisjman. Ia hanya memperkuat konstruksi aslinya dengan menambah tiang-tiang atau pilar bata penguat, terutama pada bagian atap lengkung. Namun terkadang ia juga menghilangkan bentuk aslinya, apabila dianggap membahayakan bangunan keseluruhan.
Seperti terlihat di Gua Pengawal dan sayap kanan-kiri antara gedung Jinem dan Mande Beling.
Pemugaran terakhir dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jenderal Kebudayaan, yang memugar Tamansari secara keseluruhan dari tahun 1976 hingga 1984.
Sejak itu tak ada lagi aktivitas pemeliharan yang serius pada kompleks ini. Bangunan tua ini hingga kini masih ramai dikunjungi orang, karena letaknya persis di tepi jalan utama. Tempat parkir lumayan luas, taman bagian depan mendapat sentuhan baru untuk istirahat para wisatawan.
Terdapat juga panggung budaya yang digunakan untuk pementasan kesenian Cirebon. Namun keadaan panggung budaya tersebut kini kurang terurus, penuh dengan tanaman liar. Kolam di kompleks Taman Sari pun kurang terurus dan airnya mengering.
Taman yang dibangun pada tahun 1703 M oleh Pangeran Kararangen (Pangeran Kararangen adalah nama lain dari pangeran Arya carbon) ini tercatat telah 3 kali mendapat pemugaran dan perbaikan. Pemugaran pertama dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Adiwijaya tahun 1852 setelah taman ini sebelumnya dihancurkan oleh Belanda. Konon untuk perbaikan ini Sultan menunjuk 2 warga Cina bernama Chay Khong dan Sam Pho Tia Jin sebagai arsiteknya, dan demi mencegah kebocoran yang tidak perlu kepada pihak belanda konon kedua arsitek ini kemudian disekap dan dibunuh. Bukti tentang arsitek Cina ini adalah dengan adanya sebuah kuburan Cina di dalam area Taman Air Gua Sunyaragi ini, tepatnya di samping sebuah pohon beringin yang sekarang telah berusia ratusan tahun.
Pemugaran kedua dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1937-1938 dan sebagai pelaksananya adalah seorang petugas Dinas Kebudayaan Semarang. Namanya, Krisjman. Dan pemugaran terakhir terjadi pada tahun 1976 hingga 1984 yang dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jenderal Kebudayaan. Sejak itu tak ada lagi aktivitas pemeliharan yang serius pada kompleks ini.
Taman sari ini sendiri dibangun karena menurut kitab Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan, Pesanggrahan Giri nur Sapta Rengga berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon, yang sekarang dikenal sebagai Astana Gunung Jati, dan juga adanya perluasan Keraton Pakungwati yang terjadi pada tahun 1529 M, dengan pembangunan tembok keliling keraton, Siti Inggil dan lain-lain. Sebagai perbandingam, Siti Inggil dibangun dengan ditandai candra sengkala Benteng Tinataan Bata yang menunjuk angka tahun 1529 M.
Di Tamansari Gua Sunyaragi ada sebuah taman Candrasengkala yang disebut Taman Bujengin Obahing Bumi yang menunjuk angka tahun 1529. Di kedua tempat itu juga terdapat persamaan, yakni terdapat gapura 'Candi Bentar' yang sama besar bentuk dan penggarapannya. Dijelaskan, Pangeran Kararangen hanya membangun kompleks Gua Arga Jumut dan Mande Kemasan saja.
Secara garis besar Taman sari Gua Sunyaragi terbagi menjadi 12 bagian yang masing-masing bagiannya memiliki fungsi sendiri-sendiri. Di bawah ini Portal Cirebon secara ringkas akan menguraikan bagian-bagian tersebut beserta seberapa penting fungsi dan kegunaannya.
1. Bangsal jinem
Bangsal Jinem adalah tempat di mana pada masa lalu Sultan Kasepuhan memberikan wejangan-wejangan kepada para pengikutnya. Di tempat ini pula prajurit-prajurit keraton Kasepuhan berlatih ilmu kanuragan yang di awasi langsung oleh Sultan sendiri.
2. Goa pengawal
Goa Pengawal seperti juga namanya adalah tempat yang khusus diperuntukan bagi para Pengawal Sultan beristirahat. Di tempat inilah para Pengawal sultan di masa lalu berkumpul dan sekaligus bersiaga bilamana suatu-waktu Sultan yang mereka kawal mendapat ancaman.
3. Kompleks Mande Kemasan
Komplek Mande Kemasan yang sekarang telah hancur ini pada masa lalu berfungsi sebagai tempat disimpannya berbagai senjata keraton
4. Gua Pandekemasang
Gua Pandekemasang adalah sebuah tempat yang dikhususkan untuk membuat berbagai jenis senjata untuk keperluan berperang melawan musuh-musuh keraton. Di tempat ini para empu dan petinggi keraton sering berkumpul untuk merencanakan senjata apa saja yang harus di buat demi mempertahankan keraton dari ancaman luar. Karena pentingnya wilayah ini pada masa lalu tempat membuat senjata tajam ini selalu mendapat penjagaan ketat dari para pengawal keraton.
5. Gua Simanyang
Gua Simanyang adalah sebuah gua yang berada di depan wilayah taman air Sunyaragi mengingat fungsinya sebagai pos penjagaan dan garda depan dari ancaman dunia luar.
6. Gua Langse
Gua Lengse adalah sebuah tempat yang khusus diperuntukan kepada Raja dan permaisurinya bersantai. Karena tempat ini hanya diperuntukan untuk raja dan permaisurinya maka tempat inilah satu-satunya tempat yang dibuat dengan begitu indah agar raja ketika memasuki tempat ini bisa merasa sangat nyaman dan melupakan sejenak kepenatannya memerintah
7. Gua Peteng
seperti namanya Gua Peteng yang berarti Gua Gelap, di tempat ini tidak disediakan sama sekali penerangan dan memang difungsikan sebagai tempat nyepi untuk mendapatkan kekebalan tubuh dan sebagainya.
8. Gua Arga Jumud
gua Arga Jumud fungsinya mirip dengan Gua Langse, hanya bedanya untuk Gua Arga Jumud ini dikhususkan bagi para petinggi keraton baik ketika bersantai maupun ketika mengadakan rapat-rapa penting dalam hal menyangkut keraton
9. Gua Padang Ati
Gua Padang Ati adalah sebuah gua yang berfungsi untuk mersemedi agar memiliki kelapangan dada, keikhlasan dan kecerdasan seperti yang dimaksud oleh nama gua itu sendiri yaitu padang ati yang artinya terang hati.
10. Gua Kelanggengan
Gua Kelanggengan adalah sebuah tempat bersemedi agar mendapat kelanggengan jabatan.
11. Gua Lawa
Gua Lawa adalah tempat khusus kelelawar. Selain sebagai tempat khusus kelelawar Portal Cirebon tidak mendapat informasi mengenai kegunaan lain dari gua ini. Mungkin ada diantara pembaca yang mengetahuinya?
12. Gua Pawon
Seperti namanya yang dalam bahasa Cirebon berarti dapur maka gua ini adalah sebuah dapur untuk membuat dan menyimpan makanan
Komentar