Makalah Pendidikan Kewarganegaraan : BUDAYA DEMOKRASI DALAM KEHIDUPAN SEHAR-HARI dan PEMIILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat Rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah kelompok ini dapat diselesaikan. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan sebagai syarat mengikuti Ujian Akhir Semester sebagai mahasiswa Program Study Adiminstrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon, namun demikian penyusun berharap makalah ini juga dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi semua pihak.

Penyusun menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, karena itu kritik dan saran sangat diharapkan agar makalah ini dapat disempurnakan. Dalam kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebun yaitu, Bpk. Ipik Permana, S.IP, M.Si. yang telah memberikan kesempatan kepada penyusun untuk menyelesaikan tugas makalah ini sebagai bentuk pengembangan materi Diktat Pendidikan Kewarganegaraan yang telah dibagikan kepada setiap mahasiswa.

Penyusun dalam mengumpulkan berbagai materi makalah ini tidak hanya berhenti pada buku-buku, diktat atau kliping koran tapi juga sumber lain di media internet. Serta sumber-sumber lain yang dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan Mahasiswa di Universitas Swadaya Gunung jati yang telah memberikan rasa persahabatan dan kekeluargaan, serta memberikan motivasi dan membantu penyusun menyelesaikan makalah ini, semoga Tuhan membalas segala kebaikan kalian semua. Amien
Cirebon, 5 Juni 2010

PENYUSUN

BAB. I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.

Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).

Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi.

Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana)

Sejak berdirinya Republik Indonesia tahun 1945, fouding fathers bangsa telah mencanangkan bangunan negara yang akan didirikan, yakni : kedaulatan ada di tangan rakyat dan Negara Indonesia adalah Negara Hukum, yang tercantum di dalam Bab 1 UUD 1945, artinya bahwa para pendiri Republik telah sepakat mempunyai komitmen bersama untuk membangun Republik ini yang demokratis dan berlandaskan hukum.
Pembangunan demokrasi yang disertai pemberdayaan hukum dan pemberdayaan sipil, merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Disemua negara demokrasi, supremasi hukum dan civil society merupakan dua pilar yang mendukung eksistensi demokrasi.

Menurut Shidarto Danusubroto “ Demokrasi sendiri merupakan nama yang hampir selalu digunakan oleh kebanyakan negara. Walaupun penggunaan tersebut kadang-kadang hanya sekedar “kulitnya”, sedangkan isinya adalah sistem “ Totaliter “
Kecenderungan banyak negara menggunakan nama demokrasi, memberikan bukti bahwa sistem itu merupakan sistem yang paling banyak diterima dalam pergaulan internasional, baik negara itu berbentuk republik maupun kerajaan kontitusional. Sistem demokrasi juga telah melahirkan banyak negara-negara maju, yang stabil, memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, dan tak kurang pentingnya adalah iklim kebebasan warganya, baik dalam berpolitik, berpendapat, maupun berorganisasi.
Kebutuhan manusia hampir tidak ada batas kepuasan. Kepuasan manusia terletak diujung cakrawala. Dan pemenuhan kebutuhan tanpa kendali, tanpa sistem kontrol yang efektif dari lembaga perwakilan yang terpilih melalui Pemilihan Umum akan berujung pada kerusakan seluruh tatanan sistem ketatanegaraan. Sejarah juga mencatat bahwa parlemen sebagai lembaga perwakilan, komunitas pers, maupun masyarakat demokratis, mampu berfungsi sebagai pengawas penyelenggara negara. Makin efektif tingkat pengawasan, sebagai salah satu fungsi manajemen negara, makin baaik pula sistem demokrasi terselenggara.

B. Indentifikasi Masalah
Mengenali dan memahami demokrasi, apalagi memproses untuk mewujudkannya adalah tidak sederhana. Sebagai proses yang rumit harus melibatkan banyak pihak, tidak sekedar hanya menyangkut bagaimana proses tranformasi politik itu harus dilakukan. Sebagaimana di sampaikan Sidarto Danusubroto dalam bukunya “ Bicara Stigma di Usia 70 Tahun – Pemberdayaan Hukum dan Pemberdayaan Civil sebagai Pilar-Pilar Pembangunan Demokrasi “ bahwa pembangunan demokrasi akan lebih cepat berproses bila didukung oleh kondisi-kondisi antara lain :
a. Adanya golongan menengah sebagai bagian terbesar dalam struktur masyarakat dan menjadi mesin penggerak utama dinamika kehidupan nasional.
b. Adanya disiplin masyarakat, kepatuhan kepada hukum dan ketertiban.
c. Adanya pemerintah yang bersih (dari korupsi) dan pemerintahan yang baik dikenal sebagai clean government and good governance.
d. Adanya kontrol sipil terhadap penggunaan kekuatan militer (The use of military power under civillian control).
e. Adanya prinsip bahawa proses politik (di lembaga legislatif) menghasilkan produk hukum, tetapi politik harus tunduk pada hukum yang telah berlaku.
f. Proses pengambilan keputusan tunduk pada formula suara 50% + 1, para pihak loyal kepada keputusan yang diambil.
g. Adanya budaya good loser and good winner (menerima kekalahan dengan juwa besar dan memperoleh kemenangan tanpa sikap arogansi.

Dalam pelaksanaanya, banyak sekali penyimpangan terhadap nilai-nilai demokrasi baik itu dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun masyarakat. Permasalahan yang muncul diantaranya yaitu:
- Belum tegaknya supermasi hukum.
- Kurangnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
- Pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
- Tidak adanya kehidupan berpartisipasi dalam kehidupan bersama (musyawarah untuk mencapai mufakat).

Untuk mengeliminasi masalah-masalah yang ada, maka makalah ini akan memaparkan pentingnya budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari dan Demokrasi dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara Langsung ( Pilkadasung ) . Untuk itu, penulis menyusun makalah ini dengan judul “BUDAYA DEMOKRASI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN PILKADASUNG “

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Memaparkan masalah-masalah yang timbul yang diakibatkan penyimpangan dari nilai-nilai demokrasi dalam kehidupa sehari-hari dan dalam proses pelaksanaan Pilkadasung.
2. Memaparkan sejumlah sumber hukum yang menjadi landasan demokrasi
3. Memaparkan contoh nyata penerapan budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari dan pelaksanaan Pilkadasung

D. Batasan Masalah
Karena banyaknya permasalahan-permasalahan yang timbul, maka makalah ini hanya akan membahas tentang pentingnya budanya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari, baik itu dalam keluarga maupun masyarakat, berbangsa dan bernegara serta keterlibatan masyarakat dalam proses Pilkadasung.
E. Sistem Matika Penulisan
Agar makalah ini dapat dipahami pembaca, maka penulis membuat sistematika penulisan makalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisikan latar belakang mengenai pengertian demokrasi, identifikasi masalah yang ditimbulkan oleh pelanggara terhadap nilai-nilai demokrasi, tujuan dibuatnya makalah, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II TEORI BUDAYA DEMOKRASI
Teori Budanya Demokrasi berisikan pengertian demokrasi, landasan-landasan demokrasi, sejarah perkembangan demokrasi dan penerapan budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari dan proses pelaksanaan Pilkadasung

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan merupakan bab yang berisikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yang juga pensisipan saran dalam pelaksanaan proses demokrasi.

BAB. IV PENUTUP
Bab ini merupakan ringkasan bahasan dalam makalah yang diakhiri dengan kata penutup penyusun.

DAFTAR PUSTAKA
Sebagai dasar rujukan / referensi penulisan makalah ini yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber media, baik buku, karya tulis, maupun artikel-artikel yang di dapat dari media internet.

BAB II
TEORI BUDAYA DEMOKRASI

A. Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Menurut Internasional Commision of Jurits pada konferensi di Bangkok yang berlangsung pada tahun 1965 membatasi sistem politik yang demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan oleh rakyar dimana kekuasaan tertinggi ditangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih dibawah sistem pemilihan yang bebas. Jadi, yang di utamakan dalam pemerintahan demokrasi adalah rakyat.( M. Budiarja, Dasar-Dasar Ilmu Politik : 61).
Demokrasi menurut Abraham Lincoln (1809-1865) didefinisikan secara sederhana dan cukup populer, yaitu “ pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat “ (government of the people, by the people, and for the people).

Menurut Sidney Hook, “ Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa “.
Suasana kehidupan yang demokratis dapat diukur dengan beberapa kriteria maka kriteria Negara Demokrasi sebagaimana diungkapkan oleh Frans Magnis Suseno adalah sebagai berikut:
- Negara terikat pada hukum,
- Kontrol efektif terhadap pemerintah oleh rakyat
- Pemilu yang bebas
- Prinsip mayoritas
- Adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis (ibid:74)
Sementara menurut Sri Sumantri bahwa ciri atau kriteria sebuah negara demokratis adalah :
- Hukum ditetapkan dengan persetujuan wakil rakyat yang dipilih secara bebas,
- Hasil pemilu dapat mengakibatkan pergantian orang-orang pemerintahan,
- Pemerintah harus terbuka
- Kepentingan minoritas harus dipertimbangkan (ibid:72)
Ciri-ciri demokrasi kontitusional adalah demokrasi yang mencita-citakan tercapainya pemerintahan yang kekuasaannya dibatasi oleh kontitusi, suatu pemerintah yang tunduk rule of law, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pemerintahan yang kekuasaannya dibatasi oleh kontitusi (Undang-Undang Dasar)
b. Pemerintahan yang tunduk sepenuhnya pada rule of law

Sementara dalam Kongres Internasional Commision of jurist yang berlangsung pada tahun 1965 di Bangkok merumuskan syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahah yang demokratis di bawah Rule of Law adalah sebagai berikut :
a. Perlindungan kontitusional.
b. Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
c. Pemilihan umum yang bebas.
d. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
e. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
f. Pendidikan kewarganegaraan (civil education).
Tegasnya bahwa Demokrasi mengandung arti adanya pemilihan yang bebas, pers yang merdeka; kemerdekaan mengadakan perkumpulan politik, kebebasan beragama, berfikir dan berbicara; persamaan di dalam hukum dan lain sebagainya.

B. Landasan-landasan Demokrasi
1. Pembukaan UUD 1945
a. Alinea pertama
Kemedekaan ialah Hak segala bangsa
b. Mengantarkan rakyat Indonesia kepintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
c. Alinea ketiga
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan dan kebangsaaan yang bebas.
d. Alinea keempat
Melindungi segenap bangsa.
2. Batang Tubuh UUD 1945
a. Pasal 1 ayat 2
Kedaulatan adalah ditangan rakyat.
b. Pasal 2
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
c. Pasal 6
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
d. Pasal 24 dan Pasal 25
Peradilan yang merdeka.
e. Pasal 27 ayat 1
Persamaan kedudukan di dalam hukum.
f. Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
3. Lain-lain
1. Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang hak asasi
2. UU RI No. 39 tahun 1999 tentang HAM
3. UU RI No. 02 tahun 2008 tentang Partai Politik
4. Keputusan KPU Nomor 07 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

C. Sejarah dan Perkembangan Demokrasi

Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.

Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.

Sejarah panjang demokrasi telah tertoreh panjang dalam sejarah negara Indonesia, dan cukup menarik dalam pelaksanaannya. Dalam upaya mencari bentuk demokrasi yang paling tepat diterapkan di negara Republik Indonesia ada semacam bentuk trial and error, atau coba dan gagal, yaitu seperti :

a. Demokrasi Liberal
Demokrasi liberal atau sering disebut juga dengan demokrasi parlementer yang diterapkan di Indonesia sejak tahun 1945 sampai dengan tahun 1959.

b. Demokrasi Terpilih
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan tonggak terakhir masa berlakunya Demokrasi Parlementer di Indonesia dan sekaligus menjadi tonggak sejarah menandai mulai berlakunya Sistem Demokrasi Terpimpin, demokrasi model ini berlangsung mulai tahun 1959 sampai dengan tahun 1965 dengan ciri-cirinya yang khas, antara lain “dominasi dari Presiden, terbatasnya peranan Partai Politik, berkembangnya pengaruh Komunis dan meluasnya peranan ABRI (TNI) sebagai unsur sosial politik. (Miriam Budiharjo, Dasar-Dasar Politik :71)

c. Demokrasi Pancasila
Keluarnya Tap. MPR-S No. XXV/1966 tentang pembubaran PKI yang dinyatakan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah RI bagi PKI, dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme / Marxisme-Leninisme karena bertentangan dengan Dasar Negara RI yaitu Pancasila. Demokrasi Pancasila mengandung pengertian sebuah demokrasi yang dijiwai, disemangati, diwarnai dan didasari oleh falsafah Pancasila yang dalam rumusan demokrasi Pancasila seperti ini maka perlu analisa satu persatu pokok-pokok persoalannya.
1. Pada prinsipnya demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang tetap mendasarkan diri pada kontitusi.
2. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang tetap memperlihatkan diri dan memiliki sifat-sifat demokrasi dalam arti umum universal,
3. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang wajib bertanggung jawab kepada Allah SWT, bertanggung jawab kepada Kemanusiaan dan bertanggung jawab kepada persatuan Indonesia.

D. Penerapan Budaya Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
1. Di Lingkungan Keluarga
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
- Kesediaan untuk menerima kehadiran sanak saudara;
- Menghargai pendapat anggota keluarga lainya;
- Senantiasa musyawarah untuk pembagian kerja;
- Terbuka terhadap suatu masalah yang dihadapi bersama.
2. Dilingkungan Masyarakat
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
- Bersedia mengakui kesalahan yang telah dibuatnya;
- Kesediaan hidup bersama dengan warga masyarakat tanpa diskriminasi;
- Menghormati pendapat orang lain yang berbeda dengannya;
- Menyelesaikan masalah dengan mengutamakan kompromi;
- Tidak terasa benar atau menang sendiri dalam berbicara dengan warga lain.
3. Di Lingkungan Sekolah
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan sekolah dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
- Bersedia bergaul dengan teman sekolah tanpa membeda-bedakan;
- Menerima teman-teman yang berbeda latar belakang budaya, ras dan agama;
- Menghargai pendapat teman meskipun pendapat itu berbeda dengan kita;
- Mengutamakan musyawarah, membuat kesepakatan untuk menyelesaikan masalah;
- Sikap anti kekerasan.

4. Di Lingkungan Kehidupan Bernegara
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan kehidupan bernegara dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
- Besedia menerima kesalahan atau kekalahan secara dewasa dan ikhlas;
- Kesediaan para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai pendapat warganya;
- Memiliki kejujuran dan integritas;
- Memiliki rasa malu dan bertanggung jawab kepada publik;
- Menghargai hak-hak kaum minoritas;
- Menghargai perbedaan yang ada pada rakyat;
- Mengutamakan musyawarah untuk kesepakatan berrsama untuk menyelesaikan masalah-masalah kenegaraan.

E. Penerapan Budaya Demokrasi Dalam Proses Pilkadasung
Kesadaran akan pentingnya demokrasi sekarang ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peran serta rakyat Indonesia dalam melaksanakan Pemilihan Umum baik yang dilaksakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ini terlihat dari jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya yang sedikit. Pemilihan umum ini langsung dilaksanakan secara langsung pertama kali untuk memilih presiden dan wakil presiden serta anggota MPR, DPR, DPD, DPRD di tahun 2004. Walaupun masih terdapat masalah yang timbul ketika waktu pelaksanaan. Tetapi masih dapat dikatakan sukses.
Setelah suksesnya Pemilu tahun 2004, maka mulai bulan Juni 2005 telah diadakan Pilkada untuk memilih para pemimpin daerahnya. Sehingga warga dapat menentukan peminpin daerahnya menurut hati nuraninya sendiri. Tidak seperti tahun tahun yang dahulu yang menggunakan perwakilan dari partai. Namun dalam pelaksanaan pilkada ini muncul penyimpangan penyimpangan. Mulai dari masalah administrasi bakal calon sampai dengan yang berhubungan dengan pemilih

1. Pengertian dan Landasan Hukum Pilkada
Demokrasi dapat diartikan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Pemerintahan yang kewenangannya pada rakyat. Semua anggota masyarakat (yang memenuhi syarat ) diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilu. Pelaksanaan dari demokrasi ini telah dilakukan dari dahulu di berbagai daerah di Indonesia hingga Indonesia merdeka sampai sekarang ini. Demokrasi di negara Indonesia bersumberkan dari Pancasila dan UUD ’45 sehingga sering disebut dengan demokrasi pancasila. Demokrasi Pancasila berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan berpangkal tolak pada faham kekeluargaan dan kegotongroyongan
Indonesia pertamakali dalam melaksanakan Pemilu pada akhir tahun 1955 yang diikuti oleh banyak partai ataupun perseorangan. Dan pada tahun 2004 telah dilaksanakan pemilu yang secara langsung untuk memilih wakil wakil rakyat serta presiden dan wakilnya. Dan sekarang ini mulai bulan Juni 2005 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah atau sering disebut pilkada langsung. Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
a. Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.
b. Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
c. Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
d. Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
e. Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004 sampai 2009 Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.

2. Pelaksanaan dan Penyelewengan Pilkada
Pilkada ini ditujukan untuk memilih Kepala daerah yang tersebar dalam setiap provinsi, di kabupaten dan kota. Rakyat memilih kepala daerah masing masing secara langsung dan sesuai hati nurani masing masing. Dengan begini diharapkan kepala daerah yang terpilih merupakan pilihan rakyat daerah tersebut. Dalam pelaksanaannya pilkada dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah masing masing. Tugas yang dilaksanakan KPUD ini sangat berat yaitu mengatur pelaksanaan pilkada ini agar dapat terlaksana dengan demokratis. Mulai dari seleksi bakal calon, persiapan kertas suara, hingga pelaksanaan pilkada ini.

Dalam pelaksanaannya selalu saja ada masalah yang timbul. Seringkali ditemukan pemakaian ijasah palsu oleh bakal calon. Hal ini sangat memprihatinkan sekali . Seandainya calon tersebut dapat lolos bagai mana nantinya daerah tersebut karena telah dipimpin oleh orang yang bermental korup. Karena mulai dari awal saja sudah menggunakan cara yang tidak benar. Dan juga biaya untuk menjadi calon yang tidak sedikit, jika tidak iklas ingin memimpin maka tidakan yang pertama adalah mencari cara bagaimana supaya uangnya dapat segera kemali atau “balik modal”. Ini sangat berbahaya sekali.

Dalam pelaksanaan pilkada ini pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Seringkali bagi pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya dengan lapang dada. Sehingga dia akan mengerahkan massanya untuk mendatangi KPUD setempat. Kasus kasus yang masih hangat yaitu pembakaran kantor KPUD salah satu provinsi di pulau sumatra. Hal ini membuktikan sangat rendahnya kesadaran politik masyarakat. Sehingga dari KPUD sebelum melaksanakan pemilihan umum, sering kali melakukan Ikrar siap menang dan siap kalah. Namun tetap saja timbul masalah masalah tersebut.
Selain masalah dari para bakal calon, terdapat juga permasalahan yang timbul dari KPUD setempat. Misalnya saja di Jakarta, para anggota KPUD terbukti melakukan korupsi dana Pemilu tersebut. Dana yang seharusnya untuk pelakasanaan pemilu ternyata dikorupsi. Tindakan ini sangat memprihatinkan. Dari sini dapat kita lihat yaitu rendahnya mental para penjabat. Dengan mudah mereka memanfaatkan jabatannya untuk kesenangan dirinya sendiri. Dan mungkin juga ketika proses penyeleksian bakal calon juga kejadian seperti ini. Misalnya agar bisa lolos seleksi maka harus membayar puluhan juta.

Dalam pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali ditemukan penyelewengan penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti :
a. Money politik
Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada. Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja yaitu di lingkungan penulis yaitu desa Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga terjadi hal tersebut. Yaitu salah satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang kapada masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon tertentu. Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena uang. Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang banyak. Karena untuk biaya ini, biaya itu.

b. Intimidasi
Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh juga yaitu di daerah penulis oknum pegawai pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng sekali dari aturan pelaksanaan pemilu.
c. Pendahuluan start kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas sekali aturan aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan Kepala daerah saat itu melakukan kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyam paikan visi misinya dalam acara tersbut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.

d. Kampanye negatif
Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat masih sangat kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang disekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah dengan munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari pengalaman masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa demokrasi belum membudaya. Kita memang telah menganut demokrsai dan bahkan telah di praktekan baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. Akan tetapi, kita belum membudanyakannya.

Membudaya berarti telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Mengatakan “Demokrasi telah menjadi budaya” berarti penghayatan nilai-nilai demokrasi telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di antara warga negara. Dengan kata lain, demokrasi telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari kehidupanya. Seluruh kehidupanya diwarnai oleh nilai-nilai demokrasi.
Namun, itu belum terjadi. Di media massa kita sering mendengar betapa sering warga negara, bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar nilai-nilai demokrasi. Orang-orang kurang menghargai kebabasan orang lain, kurang menghargai perbedaan, supremasi hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang di praktekan, partisipasi warga negara atau orang perorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan pilitik belum maksimal, musyawarah kurang dipakai sebagai cara untuk merencanakan suatu program atau mengatasi suatu masalah bersama, dan seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita sendiri, nilai-nilai demokrasi itu kurang di praktekan.

B. Saran
Mewujudkan budaya demokrasi memang tidak mudah. Perlu ada usaha dari semua warga negara. Yang paling utama, tentu saja, adalah:
1. Adanya niat untuk memahami nilai-nilai demokrasi.
2. Mempraktekanya secara terus menerus, atau membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari dalam sendi kehidupan bermasyarakat.
3. Dalam melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi bagaimana kita dapat meminimalkan kendala kendala itu. Untuk itu diperlukan peranserta masyarakat karena ini tidak hanya tanggungjawab pemerintah saja. Untuk menggulangi permasalah yang timbul karena pemilu antara lain :

a. Seluruh pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pilkada ini. Tokoh tokoh masyarakat yang merupakan panutan dapat menjadi souri tauladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya konflik.

b. Semua warga saling menghargai pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai pendapat orang lain, maka pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan lancar.

c. Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah terhadap calon yang lain.

d. Memilih dengan hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip prinsip dari pemilu dapat terlaksana dengan baik.

BAB. IV
PENUTUP

Memahami nilai-nilai demokrasi memerlukan pembelajaran, yaitu belajar dari pengalaman negara-negara yang telah mewujudkan budaya demokrasi dengan lebih baik dibandingkan kita. Dalam usaha mempraktekan budaya demokrasi, kita kadang-kadang mengalami kegagalan disana-sini, tetapi itu tidak mengendurkan niat kita untuk terus berusaha memperbaikinya dari hari kehari. Suatu hari nanti, kita berharap bahwa demokrasi telah benar-benar membudaya di tanah air kita, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bangsa yang belajar adalah bangsa yang setiap waktu berbenah diri. Pemerintah Indonesia telah berusaha membenahi sistem yang telah dengan landasan untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Walaupun dalam pelaksanaan pilkada ini masih ditemui berbagai macam permasalhan tetapi ini semua wajar karena indonesia baru menghadapi ini pertama kalinya setelah pemilu langsung untuk memilih presiden dan wakilnya. Ini semua dapat digunakan untuk pembelajaran politik masyarakat. Sehingga masyarakat dapat sadar dengan pentingnya berdemokrasi, menghargai pendapat, kebersamaan dalam menghadapai sesuatu. Manusia yang baik tidak akan melakukan kesalahan yang pernah dilakukan. Semoga untuk pemilihan umum yang berikutnya permasalah yang timbul dapat diminimalkan. Sehingga pemilihan umum dapar berjalan dengan lancar.***



DAFTAR PUSTAKA
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republi Indonesia , 2002 “ Undang-Undang Dasar Nagara Republik Indonesia Tahun 1945”: Jakarta, Sekretariat Jenderal MPR-RI.

Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 2008, Tentang Partai Politik Bandung, Fokus Media, 2008

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 07 tahun 2007 tentang “ Pedoman Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah : Bandung, Fokus Media, 2008.

Ipik Permana 2010, Diktat “ Pendidikan Kewarganegaraan “ Civil Education, Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon

Sidarto Danusubroto 2006, Pemberdayaan Hukum dan Pemerdayaan Sipil sebagai Pilar-Pilar Pembangunan Demokrasi, DPR Bukan Taman Kanak-Kanak, Bicara Stigma di usia 70 Tahun , Produktivitas Dewan versus Kesejangan Birokrasi: Jakarta, Verbun Publishing“

Jimly Asshiddiqie 2005,” Demokrasi dan Hak Asasi Manusia “ makalah yang disampaikan dalam Studium General pada acara “ The 1st National Converence Corporete Forum for Community Development, Jakarta, 19 Desember 2005 www.google .

http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi

http://dondsor.blogster.com/demokrasi_dan_Konstitusi.html“

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tongkat Pramuka

3 Tokoh Wanita yang Berperan Dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia