Semua Parpol Belum Memenuhi Syarat mengikuti Pemilu
Beratnya proses verifikasi sebagaimana diatur dalam UU No 8 Tahun 2011 tentang Pemilu benar-benar dirasakan semua parpol. Berdasar hasil verifikasi administrasi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan semua parpol belum memenuhi syarat untuk mengikuti pemilu. Karena itu, semua parpol diminta memperbaiki berkas yang telah mereka ajukan.
“Kami menemukan dokumen yang tidak memenuhi syarat pada semua parpol,” ujar Husni Kamil Manik, ketua KPU, saat menyampaikan garis besar hasil verifikasi administrasi di gedung KPU, Jakarta, kemarin (8/10). Sebanyak 34 liaison officer (LO) perwakilan parpol calon peserta pemilu diundang dalam penyampaian hasil verifikasi administrasi itu.
Menurut Husni, setidaknya ada lima jenis dokumen parpol yang tidak memenuhi syarat. Tingkat kekurangan berkas setiap parpol berbeda. Adapun lima data yang tidak memenuhi syarat itu adalah pemberlakuan SK kepengurusan, domisili atau masa berlaku sewa kantor yang tidak selesai hingga penyelenggaraan pemilu, komposisi kepengurusan di daerah yang tidak mencapai 30 persen perempuan, jumlah kepengurusan yang tidak sampai syarat 75 persen kabupaten/kota ataupun 50 persen kecamatan. “Terakhir adalah jumlah KTA (kartu tanda anggota) yang tidak memenuhi aturan 1.000 KTA atau 1/1.000 (jumlah total) penduduk di setiap kabupaten/kota,” kata mantan anggota KPU Provinsi Sumatera Barat itu.
Husni menyatakan, KPU memberikan tenggat kepada parpol untuk memperbaiki berkas pada 9-15 Oktober. Selanjutnya, pada 16-22 Oktober KPU kembali memverifikasi hasil perbaikan. “Tanggal 23-25 Oktober akan kami umumkan yang memenuhi syarat verifikasi administrasi,” tandasnya.
Anggota KPU Arief Budiman menyatakan, terdapat fakta adanya perbedaan data yang diajukan parpol ke KPU kabupaten/kota dengan data yang dimasukkan parpol ke sistem informasi partai politik (Sipol). Arief mencontohkan, ada parpol yang berkas di KPU kabupaten/kota ternyata jumlah KTA-nya lebih banyak daripada data Sipol yang masuk di KPU. “Yang menjadi acuan KPU adalah data di pusat, karena seluruh keputusan pada akhirnya diambil oleh KPU,” ujar Arief.
Jika disederhanakan, kata Arief, sejatinya ada tiga persoalan mendasar dari berkas yang wajib diperbaiki parpol. Tiga hal itu adalah kepengurusan, KTA, dan domisili kantor. Munculnya persoalan itu menunjukkan bahwa betapa berat proses verifikasi yang harus dijalani parpol calon peserta pemilu. “Jika hasil verifikasi diputuskan sekarang, tidak ada parpol yang lolos verifikasi kan,” ujarnya mengingatkan.
Kewajiban memperbaiki berkas itu memunculkan tanggapan beragam dari sejumlah parpol. LO Partai Gerindra Abdul Harris Bobihoe menyatakan, ada kesalahan interpretasi verifikator KPU saat memverifikasi SK kepengurusan. Terkait perubahan kepengurusan, KPU ternyata mewajibkan adanya penggantian SK kepengurusan di tingkat bawahnya. “Ini kan hanya penggantian pengurus, beda namanya. Seharusnya di bawah tidak perlu ada penggantian,” kata Harris.
Harris menilai, hal itu seharusnya merupakan persoalan sederhana yang wajib dipahami verifikator. Dia mengilustrasikan pergantian presiden. Dalam hal ini, tidak perlu dilakukan perubahan SK dari kepala daerah karena hal itu tetap berlaku. “Saya pikir ini persoalan sosialisasi dan koordinasi internal,” ujarnya.
Ketua Umum Partai Buruh Sonny Pudjisasono juga menyoroti kurangnya sosialisasi di internal KPU. Menurut Sonny, komisioner sudah memutuskan bahwa parpol boleh menggunakan rekening pengurus yang dibuktikan dengan surat keterangan. Ternyata, verifikator justru menyatakan rekening harus dibuat resmi oleh parpol. “Ini miskomunikasi di internal,” ujar Sonny.
Sekjen Partai Nasdem Ahmad Rofiq juga menyesalkan mispersepsi yang dilakukan KPU terkait SK kepengurusan. KPU harus segera berkoordinasi agar mispersepsi itu tidak terulang. “Saya tidak melihat ada masalah bagi partai Nasdem secara administratif,” kata Rofiq.
Mewakili parpol di parlemen, LO PDIP Sudyatmiko mencatat adanya perbedaan format antara formulir cetak dan formulir yang digunakan untuk sistem Sipol. Contoh sederhana, keanggotaan dalam berkas formulir cetak cukup mencantumkan umur, sementara di formulir Sipol wajib mencantumkan tanggal lahir. “Kami jadi harus bekerja dua kali, padahal itu kan formulir yang sama,” ujarnya.
Menurut Miko, seharusnya berkas Sipol tidak menjadi penentu untuk proses verifikasi. Berkas Sipol berfungsi sebagai database KPU. “Kalau Sipol menjadi acuan, tentu ini melangkahi aturan UU,” ujarnya.
Komentar