Budaya Masyarakat Cirebon
Menurut Dr. Heriyani Agustina Dekan Fisip Unswagati Cirebon dalam karya ilmiahnya yang berjudul Nilai-Nilai Filosofi Tradisi Nadran Masyarakat Nelayan Cirebon, Kepel Press-2009, dijelaskan bahwa pengkajian filsafat budaya merupakan pengkajian tentang konsepsi filosofis dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam suatu lingkup budaya atau tradisi yang berfungsi sebagai pandangan hidup (way of life) bagi suatu masyarakat. Nilai-nilai budaya bersifat abstrak dan insani, ia ikut membentuk sikap dan prilaku hidup manusia dalam hubungan dengan sesama manusia, dengan alam dan mengatur hubungan dengan konsepsi Ketuhanan.
Untuk lebih mendalam, melihat bagaimana sikap, karakter dan way of life masyarakat Cirebon pada umumnya dan masyarakat desa Mertasinga dapat dilihat dari berbagai ungkapan dalam bahasa keseharian yang masih eksis sampai sekarang.
Seperti ungkapan : “Apa jare gebrage bae lah” (gimana nanti aja lah), ungkapan inilah yang sampai sekaraang masih melekat terutama pada masyarakat desa Mertasinga yang mengungkapan sebuah kenekadan tampah berfikir kedepan sebagaimana watak para nelayan hendak kelautan yang penting berangkat ke laut persoalan dapat tangkapan atau tidak, ada badai atau tidak yang penting berusaha, ungkapan ini sebenarnya ungkapan polos para nelayan yang kadang tidak memikirkan “ nantinya bagaimana tapi bagaimana nanti “.
Namun juga adakalanya masyarakat nelayan di pesisir ini memperhitungkan dengan matang sebuah tindakan yang harus dilakukannya. Terkadang tindakan prepentif sangat dibutuhkan untuk mengatisipasi sebuah budaya. Seperti ada ungkapan “ kalah menang kudu dicacak” yang artinya kalah atau menang harus di coba dulu, sikap inilah yang kadang menjadikan masyarakat pesisir identik dengan mempunyai sikap yang keras sebagaimana kerasnya para nelayan dalam menghadapi ganasnya ombak di tengah lautan.
Sikap pasrah terhadap takdir dalam masyarakat pesisir Cirebon merupakan pengaruh dari nilai-nilai keislaman, yang diajarkan oleh para wali dan alim ulama, konsep dan keyakinan hidup ini berdampak pada terbentuknya suatu kesadaran dalam masyarakat pesisir Cirebon seperti tersurat dalam semboyan “ sepi ing pamrih rame ing gawe “ (sedikit bicara banyak kerja). Serta masyarakat pesisir Cirebon mempunyai sikap konsisten yang tinggi antara sikap dan kehendak, antara kata dan perbuatan, serta antara sikap lahiriyah dan kehendak bathiniyah., sebagaimana pepatah “ aja mlintir gembili “ yang artinya dalam hidup kita janganlah plin – plan, harus konsisten dan berdisiplin.
Komentar