Jam Pelajaran Bahasa Cirebon Minim
Meski Cirebon memiliki bahasa sendiri, namun bukan berarti bahasa Cirebon menjadi salahsatu pelajaran yang dianggap penting di sekolah, dan menjadi muatan local (mulok). Sehingga perlu dilakukan upaya untuk melestarikan dan memperjuangkan agar Bahasa Cirebon bisa bersaing dengan pelajaran lain.
Kapala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Disporbudpar) Drs Abidin Aslich, mengungkapkan, saat ini jumlah jam pelajaran Bahasa Cirebon di Kota Cirebon masih sangat minim.
“Untuk SD dalam satu minggu hanya 30 menit/minggu dan SMP 45 menit/minggu. Sedangkan untuk SMA/SMK saat ini pelajaran Bahasa Cirebon sudah tidak ada. Kami berharap dalam satu minggu pelajaran Bahasa Cirebon minimal 2 jam pelajaran, sama dengan pelajaran lainnya,” kata dia kepada Radar di sela-sela kegiatan pelatihan Bahasa dan Sastra Cirebon, Jumat (16/7).
Untuk mewujudkan keinginan tersebut, Disporbudpar menggelar pelatihan bahasa dan sastra Cirebon yang diikuti guru SD, SMP, dan pengawas sekolah. Nantinya, dari hasil pelatihan tersebut bisa dijadikan dasar bagi Disporbudpar untuk mengajukan penambahan jam pelajaran Bahasa Cirebon di SD dan SMP.
“Dalam pelatihan tersebut, kami menghadirkan narasumber ahli sejarah dan ahli bahasa yakni Askadi Sastra Suganda,” ujarnya.
Mantan staf ahli walikota ini mengungkapkan, pihaknya perlu melakukan pelatihan Bahasa Cirebon karena saat ini generasi muda telah jauh dari bahasa ibu, yakni Bahasa Cirebon. Sebab, jika tidak diproteksi sejak dini, bukan tidak mungkin keberadaan Bahasa Cirebon akan punah. “Jika Bahasa Cirebon punah, maka secara tidak langsung kebudayaan Cirebon juga akan punah,” ungkap Abidin.
Lebih lanjut, dia menyatakan, Bahasa Cirebon memiliki keunikan sendiri dibandingkan dengan bahasa daerah lainnya. Sebab, dalam Bahasa Cirebon terdapat beberapa serapan bahasa asing seperti Bahasa Cina, Arab, dan Inggris.
“Mudah-mudahan dengan mengajak para guru untuk pelatihan ini, bisa mengajarkan Bahasa Cirebon kepada siswa sejak usia dini seperti SD,” tandas mantan kepala Kesbanglinmas ini.
Sedangkan, Wakil Walikota H Sunaryo HW SIP MM saat membuka acara berharap agar Bahasa Cirebon bisa menjadi pelajaran mulok pada setiap tingkatan pendidikan sejak SD hingga SMA/SMK.
Tidak hanya itu, wawali juga mengatakan, dalam sensus penduduk beberapa waktu lalu, Cirebon sudah menjadi suku tersendiri di Jawa Barat. Sehingga, sebagai warga Cirebon harus bangga, termasuk dengan menggunakan Bahasa Cirebon dalam pergaulan sehari-hari.
“Mungkin kita belum bisa seperti di Jogja yang mengharuskan PNS untuk berbahasa Jawa dalam waktu tertentu. Tetapi minimal kita telah mengimbau kepada PNS untuk mengenakan batik 2 kali dalam seminggu. Bukan tidak mungkin, ke depan ada upaya dari pemerintah untuk menggunakan Bahasa Cirebon dalam waktu-waktu tertentu,” paparnya. (mam)
Kapala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Disporbudpar) Drs Abidin Aslich, mengungkapkan, saat ini jumlah jam pelajaran Bahasa Cirebon di Kota Cirebon masih sangat minim.
“Untuk SD dalam satu minggu hanya 30 menit/minggu dan SMP 45 menit/minggu. Sedangkan untuk SMA/SMK saat ini pelajaran Bahasa Cirebon sudah tidak ada. Kami berharap dalam satu minggu pelajaran Bahasa Cirebon minimal 2 jam pelajaran, sama dengan pelajaran lainnya,” kata dia kepada Radar di sela-sela kegiatan pelatihan Bahasa dan Sastra Cirebon, Jumat (16/7).
Untuk mewujudkan keinginan tersebut, Disporbudpar menggelar pelatihan bahasa dan sastra Cirebon yang diikuti guru SD, SMP, dan pengawas sekolah. Nantinya, dari hasil pelatihan tersebut bisa dijadikan dasar bagi Disporbudpar untuk mengajukan penambahan jam pelajaran Bahasa Cirebon di SD dan SMP.
“Dalam pelatihan tersebut, kami menghadirkan narasumber ahli sejarah dan ahli bahasa yakni Askadi Sastra Suganda,” ujarnya.
Mantan staf ahli walikota ini mengungkapkan, pihaknya perlu melakukan pelatihan Bahasa Cirebon karena saat ini generasi muda telah jauh dari bahasa ibu, yakni Bahasa Cirebon. Sebab, jika tidak diproteksi sejak dini, bukan tidak mungkin keberadaan Bahasa Cirebon akan punah. “Jika Bahasa Cirebon punah, maka secara tidak langsung kebudayaan Cirebon juga akan punah,” ungkap Abidin.
Lebih lanjut, dia menyatakan, Bahasa Cirebon memiliki keunikan sendiri dibandingkan dengan bahasa daerah lainnya. Sebab, dalam Bahasa Cirebon terdapat beberapa serapan bahasa asing seperti Bahasa Cina, Arab, dan Inggris.
“Mudah-mudahan dengan mengajak para guru untuk pelatihan ini, bisa mengajarkan Bahasa Cirebon kepada siswa sejak usia dini seperti SD,” tandas mantan kepala Kesbanglinmas ini.
Sedangkan, Wakil Walikota H Sunaryo HW SIP MM saat membuka acara berharap agar Bahasa Cirebon bisa menjadi pelajaran mulok pada setiap tingkatan pendidikan sejak SD hingga SMA/SMK.
Tidak hanya itu, wawali juga mengatakan, dalam sensus penduduk beberapa waktu lalu, Cirebon sudah menjadi suku tersendiri di Jawa Barat. Sehingga, sebagai warga Cirebon harus bangga, termasuk dengan menggunakan Bahasa Cirebon dalam pergaulan sehari-hari.
“Mungkin kita belum bisa seperti di Jogja yang mengharuskan PNS untuk berbahasa Jawa dalam waktu tertentu. Tetapi minimal kita telah mengimbau kepada PNS untuk mengenakan batik 2 kali dalam seminggu. Bukan tidak mungkin, ke depan ada upaya dari pemerintah untuk menggunakan Bahasa Cirebon dalam waktu-waktu tertentu,” paparnya. (mam)
Komentar