" MUDIK " judul Drama di setiap Lebaran


Tahun ini kita kembali menyaksikan drama luar biasa, yaitu pergerakan manusia dari satu daerah ke daerah lain dalam skala yang semakin hari semakin besar.

Drama luar biasa itu disebut “mudik”. Skalanya semakin besar bukan saja lantaran bertambahnya jumlah penduduk, melainkan juga karena peningkatan kemampuan masyarakat untuk melaksanakan mudik lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Bayangkan, berapa juta sepeda motor dan mobil yang akan melintasi pantai utara Jawa ke arah timur ataupun yang melakukan penyeberangan melalui Merak. Di samping itu, kereta api, kapal, bahkan pesawat terbang mengalami peningkatan jumlah penumpang secara signifikan, meski kapasitas mereka juga sudah ditambah sedemikian rupa.
ahun 2010 lalu jumlah penjualan mobil di Indonesia mencapai lebih dari 760.000 unit. Sedangkan, sepeda motor mengalami kenaikan penjualan hingga mencapai lebih dari 7 juta unit. Tahun ini penjualan mobil kembali naik, sehingga sampai Juli lalu sudah mencapai lebih dari setengah juta unit.

Ditambah sepeda motor yang dapat dipastikan melampaui 4 juta unit yang terjual, kita bisa menyaksikan lebih besarnya jumlah kendaraan yang terlibat dalam kegiatan mudik tersebut. Penggunaan mobil dan sepeda motor memang akhirnya menjadi sangat diminati karena diperlukannya alat untuk mobilitas sesampainya mereka di daerah masing-masing.

Bahkan banyak pengalaman, daerah wisata di daerah asal mereka yang dulu belum pernah dikunjungi menjadi terjangkau dengan kendaraan yang mereka miliki. Dari sisi lain, kita juga bisa membayangkan persiapan yang dilakukan oleh pemerintah. Perbaikan jalan dan jembatan dicoba dikebut sehingga dapat selesai sebelum mudik skala raksasa itu.

Jalan tol Semarang-Ungaran merupakan feature baru mudik tahun ini. Demikian juga jalan Lingkar Nagreg. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk mempercepat pergerakan kendaraan selama musim mudik tersebut. Saya yakin tahun depan kita akan memperoleh tambahan feature baru untuk acara mudik.

Oleh karena itu, meski masyarakat melakukan tradisi yang sama setiap tahunnya, bahkan juga dengan kepenatan dan risiko yang besar selama di perjalanan, berbagai perkembangan yang baru tersebut pada akhirnya dapat meng-update pengetahuan mereka mengenai jalan-jalan yang baru juga perkembangan baru yang terjadi di setiap kota yang mereka lewati.

Sungguh suatu kegiatan wisata domestik yang luar biasa. Acara mudik sebetulnya juga merupakan suatu cara redistribusi pendapatan dalam skala masif. Bayangkan, begitu banyak uang yang ditabung selama berbulan-bulan akhirnya dibawa ke daerah asal mereka untuk dibagikan dan dibelanjakan.

Oleh karena itu, saat acara tersebut terjadi, begitu banyak uang disiapkan untuk pengisian ATM selama libur, sehingga dapat memenuhi kebutuhan mereka yang akan mudik maupun yang tetap tinggal di tempatnya masing-masing. Bagi yang mudik, uang yang diambil (misalnya) di Jakarta kemudian akan dibelanjakan di Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan daerah-daerah lain.

Tidaklah mengherankan jika penjualan bakpia pathok, misalnya, mengalami lonjakan besar selama liburan. Demikian juga industri makanan yang lain. Banyak teman saya yang selama menjadi mahasiswa di Universitas Gadjah Mada (UGM) belum mampu untuk menikmati SGPC (sega pecel atau nasi pecel) mungkin bisa memanfaatkan hari liburan itu untuk “membalas dendam” terhadap kekurangan masa lalu.

Dengan melihat pergerakan itu kita bisa melihat bahwa sebelum libur Lebaran terjadi, terjadilah penyedotan uang di semua bank di Jakarta maupun kota besar lainnya, baik melalui ATM atau langsung ke counter bank. Saat selesai Lebaran, cabang bank-bank di daerah akan mengalami pemasukan uang luar biasa besar.

Dalam keadaan seperti inilah terjadi pergerakan masif atas dana pihak ketiga perbankan dari Jakarta ke daerah. Itulah sebabnya, proses redistribusi pendapatan tersebut dapat menjadi kajian menarik. Fenomena ini sebetulnya merupakan fenomena perekonomian yang bersifat pariwisata namun terjadi dalam musim yang singkat.

Pada masa itu hotel dan penginapan di daerah tujuan menjadi demikian padat sehingga mereka juga mencoba untuk menaikkan tarif supaya pendapatannya meningkat. Demikian juga dalam industri penerbangan.

Seorang teman yang ingin melaksanakan perjalanan ke Seoul, Korea, ternyata membandingkan tarif pesawat selama Lebaran meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode sesudah Lebaran. Rezeki setahun sekali ini juga terjadi pada industri makanan, kerajinan untuk oleh-oleh, dan sebagainya.

Akhirnya, meski hanya berlangsung seminggu, pergerakan manusia ini mampu menggerakkan perekonomian di daerah sehingga membuat mereka bisa bertahan sampai dengan musim ramai berikutnya, yaitu liburan Natal dan Tahun Baru serta liburan kenaikan sekolah. Kembali pada pergerakan manusia secara kolosal selama mudik tersebut.

Betapapun gencarnya persiapan yang dilakukan oleh Pemerintah, bisa diperkirakan tetap muncul ketidaksempurnaan. Kemacetan diyakini juga akan tetap terjadi. Mudah-mudahan angka kecelakaan dapat ditekan serendah mungkin. Perjalanan kereta api, kapal, dan pesawat juga diharapkan dapat berjalan mulus.

Dalam keadaan seperti itu, kesalahan sedikit saja sering menimbulkan ketidakpuasan. Padahal, kita mengetahui betapa besar tenaga polisi dan tentara serta petugas lain yang dikerahkan untuk dapat melancarkan acara mudik ini.

Pemerintah perlu untuk terus meningkatkan motivasi para petugas dan memberikan apresiasi mereka meski mungkin akan terjadi banyak kekurangan. Bagaimanapun, skala mudik yang semakin besar akan selalu berkejaran dengan kemampuan personel maupun prasarana yang tersedia.

Pungkasnya, meski misalnya terjadi kemacetan, saya melihatnya itu lebih merupakan suatu problem of success yang harus kita atasi namun sekaligus kita syukuri. Selamat Hari Raya Idul Fitri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tongkat Pramuka

3 Tokoh Wanita yang Berperan Dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia