Prosesi Nuju Bulanan sebagai Bagian dari Budaya

Kebudayaan nujuh bulanan secara umum dapat diartikan sebagai tradisi atau ritual dimana ritual ini dimaksudkan bagi wanita hamil yang kandungannya mencapai usia 7 bulan mengadakan ritual nujuh bulanan untuk keselamatan bayi yang di kandungnnya. Permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini adalah apa yang di maksud dengan kebudayaan nujuh bulanan, bagaimana prosesi upacara nujuh bulanan, dan makna apa saja yang terkandung dalam setiap prosesi upacara nujuh bulanan. Tujuan dari penulisan ini adalah penulis ingin mendeskripsikan kebudayaan nujuh bulanan, bagaimana prosesi nujuh bulanan itu berlangsung, dan menjelaskan makna dari simbol-simbol yang terdapat pada ritual nujuh bulanan. Dalam penelitiannya penulis menggunakan metode observatif parsitipatif dalam pengumpulan data. Data-data dalam penelitian ini diambil dari hasil wawancara penulis dengan seorang informan. Berdasarkan pada penelitian, penulis mampu mendeskripsikan kebudayaan nujuh bulanan secara umum dan menyeluruh.

DESKRIPSI KEBUDAYAAN NUJUH BULANAN SUKU SUNDA
Kebudayaan nujuh bulanan secara umum dapat diartikan sebagai tradisi atau ritual dimana ritual ini dimaksudkan bagi wanita hamil yang kandungannya mencapai usia 7 bulan mengadakan ritual nujuh bulanan untuk keselamatan bayi yang di kandungnnya.
Sebenarnya dalam tradisi sunda tidak hanya upacara nujuh bulanan yang sudah menjadi tradisi tetapi ada juga upacara empat bulanan hampir sama seperti nujuh bulanan namun kini upacara tersebut sudah jarang dilaksanakan mungkin hanya segelintir orang saja yang masih menjalankan tradisi tersebut. Pada kenyataannya tradisi nujuh bulanan ternyata tidak hanya terdapat pada suku sunda saja melainkan di suku jawa pun terdapat tradisi semacam ini. Tujuan nya sama hanya saja cara dan prosesinya sedikit berbeda.
Adapun prosesi ritual nujuh bulanan pada suku Sunda adalah sebagai berikut:
Bahan – bahan / alat – alat yang di gunakan dalam prosesi upacara nujuh bulanan:
1. Gubuk Siraman (termasuk gentong 2 buah, bunga, gayung)
2. Kelapa gading 2 buah yang sudah diukir Rama-Shinta.
3. Telur kampung
4. Kain batik 7 buah
5. Kain putih kira2 3-4 meter
6. Belut
7. Golok untuk belah kelapa
8. Duit-duitan untuk jual-beli rujak
9. Souvenir untuk yang nyiram (pensil, handuk, cermin, sisir, benang, jarum, sabun) ada 7 macam, bisa dikemas di keranjang dan dibungkus plastik kado.
10. Souvenir untuk yang datang ke acar pengajian adalah buku pengajiannya. (Tidak Wajib)

Urutan acaranya:
1. Di buka dengan acara Pengajian, ayat yang di baca Surat Ya'asin dan Surat Yusuf.
2. Calon Ibu ganti baju siraman (kemben) lengkap dengan bando melatinya dan berjalan menuju gubuk siraman didampingi suami tercinta, didahului oleh orang tua
3. Acara adat suami memasukkan ke-2 buah kelapa gading ke dalam gentong, lalu di"siram" oleh orang tua dan keluarga yang di Tuakan (mereka yang nantinya akan diberikan souvenir).
4. "Gonta-ganti" kain sambil ditanya ke "penonton", cocok atau tidak kain yang di kenakan, sampe pada kain ke-7
5.Setelah itu pakai kain putih (disarungkan) lalu suami meloloskan telor ke dalam sarung kain putih itu, setelah itu bapak meloloskan belut ke dalam kain sebanyak 7 kali.
6. Acara terakhir di gubuk siraman, suami mengaduk gentong isi kelapa sambil menghadap ke penonton (seperti mengaduk kupon undian)setelah itu mengambil satu buah kelapa, jika yang di ambil bergambar Shinta maka kelak anaknya perempuan , dan kalau bergambar Rama maka kelak anaknya laki - laki.
7. Setelah itu kelapanya di belah, ini melambangkan susah atau gampangnya proses persalinan nanti, dan air kelapanya boleh di minum.
8. Istri dan Suami ganti baju kebaya dan siap - siap jualan rujak. Menurut kepercayaan dari rasa rujak ini orang-orang bisa meramalkan jenis kelamin si jabang bayi nanti.
9. Uang hasil penjualan rujak dikumpulkan di mangkok/kendi tanah liat (ceritanya ditabung) tapi isinya dicampur uang recehan yang asli, nanti mangkok/kendinya itu dibanting oleh suami (proses saweran) dan uangnya recehnya di perebutkan oleh para tamu.

Makna-makna yang terkandung dari serangkaian acara nujuh bulanan:
1. Siraman atau mandi merupakan simbol upacara sebagai pernyataan tanda pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa. Pembersihan secara simbolis ini bertujuan membebaskan calon ibu dari dosa-dosa sehingga kalau kelak si calon ibu melahirkan anak tidak mempunyai beban moral sehingga proses kelahirannya menjadi lancar.
2. Upacara memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain (sarung) si calon ibu oleh sang suami melalui perut dari atas perut lalu telur dilepas sehingga pecah. Upacara ini dilaksanakan di tempat siraman (kamar mandi) sebagai simbol harapan agar bayi lahir dengan mudah tanpa aral melintang.
3. Upacara memasukan belut ke dalam kain bertujuan agar pada saat melahirkan sang ibu tidak mengalami kesulitan.
4.Upacara brojolan atau memasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari ke dalam sarung dari atas perut calon ibu ke bawah. Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa kesulitan.
5. Upacara ganti busana dilakukan dengan jenis kain sebanyak 7 (tujuh) buah dengan motif kain yang berbeda. Motif kain dan kemben yang akan dipakai dipilih yang terbaik dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain.


6. Upacara nyolong endog, melambangkan agar kelahiran anak cepat dan lancar secepat pencuri yang lari membawa curiannya. Upacara ini dilaksanakan oleh calon ayah dengan mengambil telur dan membawanya lari dengan cepat mengelilingi kampung.
Dengan dilaksanakannya seluruh upacara tersebut di atas, upacara mitoni dianggap selesai ditandai dengan doa yang dipimpin oleh dukun dengan mengelilingi selamatan. Selamatan atau sesajian sebagian dibawa pulang oleh yang menghadiri atau meramaikan upacara tersebut.

Lambang atau makna yang terkandung dalam unsur upacara nujuh bulanan:
Upacara nujuh bulanan, yaitu upacara yang diselenggarakan ketika kandungan dalam usia tujuh bulan, memiliki simbol-simbol atau makna atau lambang yang dapat ditafsirkan sebagai berikut:

* Sajen tumpeng, maknanya adalah penghormatan pada arwah leluhur yang sudah tiada.
* Kelapa muda yang diberi gambar Rama dan Shinta, mempunyai makna agar kelak kalau bayi lahir lelaki akan tampan seperti Rama. Dan kalau bayi lahir perempuan akan secantik Shinta.
* Kain dalam tujuh motif melambangkan kebaikan yang diharapkan bagi ibu yang mengandung tujuh bulan dan bagi si anak kelak kalau sudah lahir.
* Sajen berupa telur yang nantinya dipecah mengandung makna berupa ramalan, bahwa kalau telur pecah maka bayi yang lahir perempuan, bila telur tidak pecah maka bayi yang lahir nantinya adalah laki-laki.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tongkat Pramuka

3 Tokoh Wanita yang Berperan Dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia